Alasan Harvey Moeis dan Sandra Dewi melakukan perjanjian pisah harta karena profesi Sandra Dewi sudah menjadi artis sejak dahulu. Sedangkan Harvey juga sudah menjadi seorang pengusaha. "Makanya saat mereka nikah ya bikin perjanjian pisah harta," ucap Harris.
Meski pisah harta, satu rekening Sandra Dewi sempat diblokir oleh Kejaksaan Agung. Terayar, nomor rekening tersebut sudah diizinkan untuk dibuka kembali dan sedang dalam pengajuan pembukaan sudah memberi klarifikasi bahwa rekening tersebut adalah murni untuk pekerjaan Sandra Dewi. "Rekening ada yang diblokir satu. Kemarin setelah di klarifikasi terkait pekerjaannya sudah diizinkan untuk dibuka dan sudah diajukan pembukannya gitu ya," jelas Harris.
Pemeriksaan Sandra Dewi pada 4 April lalu, lanjut Harris, terkait hubungan keseharian dengan Harvey Moeis. "Cuma ditanya hubungan keseharian aja dengan Pak Harvey," ucapnya. Saat itu ia tidak mendampingi, rekannya yang hadir di Kejagung.
Sandra Dewi, berdasarkan keterangan Harris, tidak pernah mencampuri pekerjaan suaminya, Harvey Moeis. Sebab Sandra Dewi disebut fokus dengan pekerjaannya sebagai publik figur dan juga pengusaha. "Tahunya tambang ya tambang, sebatas itu aja dan sama sekali tidak mencampuri," tuturnya.
Kejaksaan Agung (Kejagung) resmi menetapkan Harvey Moeis sebagai tersangka kasus tindak pidana korupsi dalam tata niaga komuditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan atau IUP PT Timah Tbk pada 2015 hingga 2022. Harvey Moeis, resmi naik status dari saksi menjadi tersangka pada Rabu, 27 Maret 2024.
Peran Harvey Moeis adalah melobi beberapa smelter di kawasan IUP PT Timah untuk mengakomodasi pertambangan liar. Dalam prosesnya, Harvey Moeis memfasilitasi pertambangan tanpa izin ini dengan sewa-menyewa alat peleburan timah.
Namun, hingga saat ini Harvey Moeis masih mempertanyakan statusnya dirinya ditetapkan menjadi tersangka oleh Kejagung. "Pak Harvey juga bingung sampai saat ini statusnya ditahan itu sebagai apa gitu lho," ujar kuasa hukum Harvey Moeis, Harris Arthur saat ditemui pada Jumat, 19 April 2024. Kerugian negara dalam kasus ini diperkirakan mencapai Rp 271 triliun.